Saturday, December 19, 2015

Materi Ilmu Sosial Budaya Dasar || Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum||Fakultas Ilmu Komputer s1



A.      HAKIKAT NILAI  MORAL DALAM KEHIDUPAN M\MANUSIA
1.       Nilai Dan Moral Sebagai Materi Pendidikan
Ada beberapa bidang filsafat yang berhubungan dengan cara manusia mencari hakikat sesuatu, salah satu diantaranya Aksiologi. Bidang ini disebut filsafat nilai, yangmemiliki dua kajian utama yaitu: (1) estetika dan (2)etika. Estetika berhubungan dengan keindahan, sedangkan etika berhubungan dengan kajian baik buruk dan benar salah. Bidang ini merupakan tema baru dalam bidang filsafat, yaitu baru muncul pada abad ke-19. Meskipun jauh sebelum buku Republi karya plato ditemukan.
Mungkin dalam kawasan etika lebih mudah  mencari standa ukurannya, karena banyakk standar nilai etis yang disepakati secara universal seperti: keadilan, kejujuran, keikhlasan dan sebagainya.
2.       Nilai Moral Di Antara Pandangan Obektif Dan Subjektif
Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks, pertama akan memandang nilai sesuatu yang objektif, apabila dia memandang nilai itu ada tanpa ada yang memnilainya, bahkan memandang nilai telah ada sebelum adanya manusia sebagai penilai.
Pandangan kedua memandang nilai itu subjektif, artinya nilai tergantung pada subjek yang menilainya. Jadiniai  tidak akan ada/hadir tanpa ada yang menilainya.
Nilai itu objektif atau subjektif bisa dilihat dari dua kategori sebagai berikut:
·         Apakah manusia itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita mendambakannya karena objek itu memiliki nilai.???
·         Apakah hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan nilai pada objek atau kita memiliki preferensi karena kenyataan bahwa objek tersebut memiliki nilai  mendahului dan asing bagi reaksi psikologis badan organis kita??? (Frondizi, 2001, hlm. 19-24).

3.       Nilai Diantara Kualitas Primer  Dan Kualitas Sekunder
Menurut Frondizi (2010, hlm. 7-10) kualitas dibagi dua sebagai berikut:
a).    Kualitas Primer, yaitu kualitas dasar yang tanpa itu objek tidak dapat menjadi ada, seperti panjang dan beratnya batu sudah ada sebelum batu itu dipahat. Kualitas primer ini merupakan bbagian dari eksistensi objek, objek tidak ada tanpa adanya kualitas primer ini.
b).    Kualitas Sekunder, yaiitu kualitas yang dapat ditangkap oleh pancaindra, seperti warna, rasa, dan bau. Kuualitas ini terpengaruh oleh tingkat subjektivitas. Seperti halnya kualitas primer, kualitas sekunder pun merupakan bagian  dari eksistensi atau  realitas objek.

Frondizi (2001, hlm. 11-12) menyatakan lebih lanjut nilai bukan kualitas primer atau kualitas sekunder, sebab:
“nilai tidak menambah atau memberi eksistensi objek. Nilai bukan keniscayaan bagi esensi objek. Nilai bukan benda atau unsur benda, melainkan sifat, kualitas /sui-generis yang dimiliki objek tertentu yang dikatakan “baik”. Bahkan menurut Husserl (2001, hlm. 12), “nilai itu milik semua objek, nilai tidaklah indpenden yakni tidak memiliki kesubtantifan”.
4.       Metode Menemukan Dan Hierarki Nilai Dalam Pendidikan
Menurut pendapat Nicholas rescher (1969, hlm 14-19) yang menyatakkan ada 6 klasifikasi nilai, yaitu:
§  Pengakuan.
§  Objek yang dipermasalhkan.
§  Keuntungan yang diperoleh.........,
§  Tujuan yang akan dicapai...
§  Hubungan antara pengembangan nilai dan keuntungan.
§  Hubungan yang dihasilkan nilai itu sendiri dengan hal lain yang lebih baik,  dimana nilai tertentu secara hierarkis lebih kecil dari nilai lainnya.

Menurut Max scheller dalam kaelan, (2002, hllm. 175) menyebutkan hierarki tersebut terdiri atas:
§  Nilai kenikmatan
§  Nilai kehidupan
§  Nilai kejiwaan
§  Nilai kerohanian
Notonagoro dalam dardji, D. (1984, hlm. 66-67) membagi hierarki nilai pada tiga:
§  Nilai material
§  Nilai vital
§  Nilai kerohanian

5.       Pengertian Nilai
a).    Menurut Dardji Darmodiharjo (1986, hlm. 36), nilai adalah yang berguna bagi kehidupan manusia jasmani dan rohani.
b).    Menurut encyclopedia britanica (hlm. 963), nilai adalah kualitas objek yang menyangkut jenis apresiasi atau minat.

6.       Makna Nilai Bagi Manusia
a).    Nilai tertinggi menghasilkan   kepuasan yang lebih mendalam.
b).    Kepuasan jangan dikacaukan dengan kenikmatan (meskipun kenikmatan merupakan hasil kepuasan).
c).     Semakin kurang kerelatifan nilai, semakin tinggi keberadaanya, nilai tertinggi dari semua nilai adalah nilai mutlak (Frondizi, 2001, hlm. 129-130).
B.      PROBLEMATIKA PEMBINAAN NILAI MORAL
1)      Pengaruh Kehidupan Keluarga Dalam Pembinaan Nilai Moral
Menurut Louis Rath (1977, hlm. 12) “ berdasarkan data terbaru, dua dari lima ibu merupakan keluarga yang broken home (dalam konteks ini dimaksudkan salah satu dari orang tua tersebut meninggal, bercerai, pisah atau salah satu dari mereka dipenjara)”. Akibatnya sering terjadi penurunan intensitas hubungan anttara anak dan orang tua. Dalam lingkungan kurang baik dan kadang menegangkan ini seorang anak sangat sulit untuk membangun nilai-nilainya secara jelas.
2)      Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral
Pertemanan yang paling berpenngaruh timbul dari teman sebaya, karena diantara  mereka relatif lebih terbuka, dan intensitas pergaulannya relatif sering, baik disekolah/kampus atau dilingkungan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian Abbas Asyyafah (1997, hlm. 102) “kebiasaan merokok lebih banyak disebabkan karena pengaruh teman sebaya”.
3)      Pengaruh Figur Otoritas Terrhadap Perkembangan Nilai Individu
Baru-baru ini Amerika menyalahkan irak karena melakukan agresi terhadap kuwait. Pada tahun lalu Amerika menuduh beberapa negara termasuk Indonesia yang melanggar HAM, tetapi Amerika pun membumihangskan Afganistan. Bahkan akhir-akhir ini Inul dilema antara moralitas dan kreativitas. Orang dewasa, terlebih lagi anak-anak dihadapkan kepada pilihan yang tidak mudah menjawabnya, seolah-olah kita telah mati rasa denggan maraknya varisi nilai yang ditawarkan, setiap figur  otoritas, masing-masing menawarkan nilai yang berbeda, menambah bingungnya nilai bagi anak.
masalahnya hampir tidak ada seorangpun yang memandang pentingnya membantu anak untuk menghilangkan kebingunngan yang ada pada pikiran atau kepala mereka. Hampir tidak ada seorang pun yang memandang penting membantu anak untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah yang memusingkan tersebut.” (Rath, 1977, hlm. 20).
4)      Pengaruh Media Komunikasi Terhadap Perkembangan
Sekarang persoalan pornografi, seksualitas, dan kekerasan disuguhkan secara terbuka. Bahkan adegan-adegan yang dianggap “Immoral” tampanknya dilakukan oleh orang-orang yang tampaknya berpendidikan tinggi, sedangkan semua orang menonton, menyimak dan mencernanya. Sudah tentu anak akan memungut gagasan atau nilai dari semua ini baik nilai-nilai positif dan termasuk pengaruh negatifnya. Ada kecenderungan lain, bila anak dihadapkan pada berbagai kemungkinan,maka dia akan kehilangan gagasan akhirnya dia akan kebingungan.
5)      Pengaruh Otak Atau Berpikir Terhadap Perkembangan  Nilai Moral
Menurut Rath (1977, hlm. 68) mengatakan bahwa:
“pengalaman itu memberikan konstribusi yang signifikan  terhadap proses kematangan,  dan demikian guru/pendidik dapat dan harus membimbing anak melalui proses yang Continue melalui pengembangan situasi bermasalah yang memperkaya kesempatan berfikir dan memilih. Melalui lingkungan seperti ini, anak akan berfikir, lebih berfikir alternatif dan konsekuensinnya. Kita belajar dari hal-hal yang kita jalani. Jika setiap hari  kita didalam kelas kita berfikir dan memilih berarti kita setiap hari mengalami, kita harus terus menerus tumbuh dan tumbuh itu berarti dewasa”.

Menurut aliran rasionalisme seperti yang diungkapkan Immanuel Kant bahwa manusia melalui pemikiran rasional dan kesadaran moral serta keyakinan agamanya dapat digunakan untuk menjelaskan eksistensinya. Argumen Kant ini didasarkan bahwa “manusia itu rasional, rasional sendiri adalah moral, moral manusia itu (didasarkan rasionalnya) merupakan inti manusia, dan inti moral manusia mencerminkan ‘kemanusiaan yang benar’”.(dalam Karma, 200, hlm. 60).
6)      Pengaruh Informasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Informasi baru yang dihasilkan (yang dapat mengubah keyakinan, sikap, dan nilai) sangat tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut:
a).    Bagaimana informasi itu diperkenalkan (proses input).
b).    Oleh siapa informasi itu disampaikan.
c).     Level penerimaan individu yaitu motivasi individu untuk berubah.
C.      MANUSIA DAN HUKUM
Disepakati bahwa manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu berinteraksi dan mambutuhkan bantuan dengan sesamanya. Untuk terciptanya hal tersebut, maka diperlukan aturan yang disebut Hukum. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau diluar masyarakat. Maka ; Manusia-Masyarakat-Hukum merupakan pngertian yang tidak dapat dipisahkan, sehingga Pameo “Ubi Societas Ibi Ius” (dimana ada masyarakat disitu ada hukum) adalah tepat.
                Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan hukum bertujuan untuk keadilan, kegunaan kepastian hukum, dan lain-lain. Mochtar Kusumaatmaja (2002, hlm. 3) mengatakan “ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, kebutuhan terhadap ketetiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat manusia yang teratur,....., ketetiban sebagai tujuan utama hukum, merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya”.
                Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat, seperti kaidah agama, susila, kesopanan, adat kebiasaan, dan kaidah moral.
D.      HUBUNGAN HUKUM DAN MORAL
Antara hukum dan moral  terdapat hubungan yang erat sekali, ada pepatah roma yang mengatakan ”Quid leges sine moribus????”  Apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas???. Dengan demikian, hukum akan kosong tanpa molaritas.
                Gunawan Setiardja, membedakan hukum dan moral, (1) dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus, dan hukum alam, sedangkan moral berdasarkan hukum alam. (2) dilihat dari otominya, hukum bersifat heteronom yaitu datang dari luar diri manusia, sedangkan moral bersifat otonom yaitu datang dari diri sendiri. (3) dilihat dari pelaksanaan, hukum secara lahiriah dapat dipaksakan, sedangkan moral secara lahiriah dan terutama batiniah tidak dapat dipaksakan. (6) dilihat dari sanksinya, sanksi hukum bersifat yuridis sanksi lahiriah, sedangkan sanksi moral bersifat kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri. (5) dilihat dari tujuannya, maka hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebgai manusia. (6) dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990: 119).


*dikutip dari buku karya <i><b>KAMA A HAKAM</i></b>

No comments:

Post a Comment